Kamis, 09 Mei 2013

makalah tentang motivasi dalam manajemen



KATA PENGANTAR
          Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada sang Kholiq yang tak pernah letih ataupun tidur dalam mengurus semua makhluk-Nya yang berada di langit maupun di bumi. Dialah Allah SWT, tuhan semesta alam dengan kekuasaan yang meliputi langit beserta isinya dan bumi beserta isinya pula. Dengan rahmat dan kasih sayang-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan makalah mengenai Motivasi dalam Manajemen yang tentunya masih jauh dari kata sempurna ini.
            Shalawat serta salam penulis sanjungkan kepada makhluk paling mulia di muka bumi ini. Makhluk yang diutus untuk menyempurnakan akhlak seluruh manusia di bumi. Dialah baginda besar, rasul agung, Rasulullah SAW. Semoga syafaat beliau senantiasa tercurah kepada para umatnya yang setia mengikuti jejaknya sampai akhir hayat nanti. Serta shalawat untuk keluarga beliau dan shahabat-shahabat beliau.
            Penulis juga ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Manajemen Pengantar yaitu Ibu Kurniati, S.H.I., M.A. yang telah sabar membimbing penulis dalam memperoleh materi serta penulis juga harapkan agar kiranya bu dosen dapat memberikan masukan-masukan bagi kurangnya kelengkapan dalam makalah yang penulis buat ini.
            Penulis juga berharap bahwa apa yang sudah penulis tulis dapat bermanfaat bagi teman-teman pembaca dalam memperoleh pengetahuan tentang Motivasi dalam Manajemen. Dan jika ada masukan, sekiranya tak segan untuk menambahkan supaya penulis dapat memperbaiki kesalahan dan kekurang dalam makalah ini.






                                                                                                                                                                                                Penulis




DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………………………………………………...1
Daftar Isi………………………………………………………………………………2
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………….3
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Motivasi……………………………………………………….4
B.     Berbagai Pandangan tentang Motivasi dalam Organisasi………………..6
C.     Motivasi di Lingkungan Kerja……………………………………………8
BAB III KESIMPULAN DAN PENUTUP………………………………………….16
Daftar Pustaka……………………………………………………………………......17




















BAB I
PENDAHULUAN
           
            Motivasi merupakan kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan, dan memelihara perilaku manusia. Motivasi ini merupakan subyek yang penting bagi manajer, kerena menurut definisi manajer harus bekerja dengan dan melalui orang lain. Manajer perlu memahami orang-orang berperilaku tertentu agar dapat mempengaruhinya untuk bekerja sesuai dengan yang diinginkan organisasi. Motivasi adalah juga subyek membingungkan, karena motif tidak dapat diamati atau diukur secara langsung, tetapi harus disimpulkan dari perilaku orang yang tampak.
            Motivasi bukan hanya satu-satunya factor yang mempengaruhi tingkat prestasi seseorang. Dua factor lainnya yang terlibat adalah kemampuan individu dan pemahaman tentang perilaku yang diperlakukan untuk mencapai prestasi yang tinggi atau disebut persepsi peranan. Motivasi, kemampuan, dan persepsi peranan adalah saling berhubungan. Jadi, bila salah satu factor rendah, maka tingkat prestasi akan rendah, walaupun factor-faktor lainnya tinggi.
            Banyak istilah yang digunakan untuk menyebut motivasi (motivation) atau motif, antara lain kebutuhan (need), desakan (urge), keinginan (wish), dan dorongan (drive). Dalam hal ini akan digunakan istilah motivasi, yang diartikan sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan. Motivasi yang ada pada seseorang merupakan kekuatan pendorong yang akan mewujudkan suatu perilaku guna mencapai tujuan kepuasan dirinya. Motivasi merupakan masalah kompleks dalam organisasi, sehingga banyak ahli telah mencoba untuk mengembangkan berbagai teori dan konsep yang akan dibahas pada Bab II.








BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN MOTIVASI
            Ada beberapa pengertian motivasi yang akan sedikit dijabarkan oleh penulis, diantaranya adalah sebagai berikut:
            Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, motivasi terdiri dari dua kata, yaitu motif dan aksi. Motif sendiri memiliki arti sebab-sebab yang menjadi dorongan tindakan seseorang; dasar pikiran atau pendapat; sesuatu yang jadi pokok. Sedangkan aksi memiliki arti gerakan; perkumpulan politik; tindakan; sikap (gerak-gerik, tingkah laku) yang dibuat-buat.
            Menurut Lilik Reza (Motivator Training), motivasi terdiri dari dua kata, yaitu motive (alasan) dan action (beraksi). Jika digabungkan, maka akan diperoleh pengertian: alasan untuk beraksi atau mengerjakan sesuatu.
            Kata “motif”, diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan didalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan). Berawal dari kata “motif” itu, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan/mendesak. (Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Sardiman A.M.)
            Menurut Mc. Donald, motivasi adalah perubahan energy dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian yang dikemukakan Mc. Donald ini mengandung tiga elemen penting:
1.      Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energy pada diri setiap individu manusia. Perkembangan motivasi akan membawa beberapa perubahan energy didalam system “neurophysiological” yang ada pada organisme manusia (walaupun motivasi itu muncul dari dalam diri manusia), penampakkannya akan menyangkut kegiatan fisik manusia.
2.      Motivasi ditandai dengan munculnya rasa/feeling, afeksi (rasa kasih sayang; perasaan-perasaan dan emosi yang lunak) seseorang. Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menentukan tingkah laku manusia.
3.      Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini sebenarnya merupakan respons dari suatu aksi, yakni tujuan. Motivasi memang muncul dari dalam diri manusia, tetapi kemunculannya karena terangsang/terdorong oleh adanya unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan. Tujuan ini akan menyangkut soal kebutuhan.
           
            Dengan ketiga elemen diatas, maka dapat dikatakan bahwa motivasi itu sebagai sesuatu yang kompleks. Motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energy yang ada pada diri manusia, sehingga akan bergayut pada persoalan gejala kejiwaan, perasaan dan juga emosi, untuk kemudian bertindak atau melakukan sesuatu. Semua ini didorong karena adanya tujuan kebutuhan, kebutuhan atau keinginan.
            Jadi, dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu alasan atau dorongan yang bisa berupa kata-kata, motivation training, keyakinan dari dalam diri sendiri, pengaturan mindset, dan atau keadaan yang mendesak untuk dapat melakukan atau menghasilkan sesuatu, dan untuk memperoleh semangat untuk tetap terus bekerja.
            Dalam mewujudkan alasan untuk beraksi (motivasi), maka diperlukan stimulus (pendorong). Stimulus (pendorong) itu sendiri ada dua macam, yaitu:
1.      High Class yang berupa tarikan (pull).
2.      Low Class yang berupa dorongan (push).[1]
            Jika kedua-duanya digabungkan, maka akan diperoleh suatu energy yang besar dan akan membangkitkan rasa semangat dalam diri seseorang. Sebagai contoh: sebuah mobil yang mogok, jika didorong saja hanya akan bergerak lambat. Lain halnya jika ditambah dengan tarikan. Mobil itu akan terasa lebih ringan dan bergeraknya akan lebih cepat. Begitu juga dengan diri manusia. Manusia akan memiliki semangat juang yang tinggi jika mendapat dorongan dan kesadaran dari dalam dirinya sendiri. Tetapi semangat juang itu akan bertambah tinggi jika mendapat tarikan dari luar, seperti dorongan semangat dari keluarga, teman, atau yang lainnya.
            Ada beberapa level (tingkatan) dalam motivasi[2], yaitu:
1.      Level paling rendah, level Spirit. Yaitu menghadiri AMT (Achievement Motivation Training). Kenapa level ini dikatakan paling rendah, karena pembakaran semangat dan motivasi di level ini hanya akan mempengaruhi peserta saat duduk dan menyimak motivasi yang diberikan oleh trainer (pemberi motivasi), setelah itu pengaruhnya tidak akan sekuat dan seberpengaruh saat disampaikan oleh trainer.
2.      Level Mindset. Pengaturan pada pikiran. Ini dilakukan oleh diri sendiri untuk menciptakan semangat dan motivasi untuk diri sendiri. Level ini lebih tinggi daripada sebelumnya, karena pada level ini kita sudah mampu mengatur apa-apa saja yang menjadi bahan bakar semangat dan alasan untuk melakukan sesuatu.
3.      Level Skill dan Job. Kemampuan dan pekerjaan. Saat kita sudah mengetahui apa yang mampu kita lakukan dan pengaplikasiannya dalam pekerjaan, maka kita akan secara otomatis mendapat semangat dan alasan untuk menghasilkan yang terbaik dalam sasaran kita (job).
4.      Dan level yang tertinggi adalah Level Power (Energi). Kenapa disebut level tertinggi, karena pada level ini, seseorang yang telah mengatur mindset-nya, mampu melaksanakan job (pekerjaan)nya dengan baik, ia akan menjadi energy untuk yang lainnya. Artinya, disaat energinya habis, ia tahu kapan dan bagaimana seharusnya ia mengisi ulang energinya. Sedangkan disaat energinya sudah terisi penuh, ia mampu menyalurkan energy untuk orang lain.

B.     BERBAGAI PANDANGAN TENTANG MOTIVASI DALAM ORGANISASI
1.      Model Tradisional
Model tradisional dari motivasi berhubungan dengan Frederick Taylor dan aliran manajemen ilmiah. Model ini mengisyaratkan bahwa manajer menentukan bagaimana pekerjaan-pekerjaan harus dilakukan dan digunakannya system pengupahan intensif untuk memotivasi para pekerja – lebih banyak berproduksi, lebih banyak menerima penghasilan.
Pandangan tradisional menganggap bahwa para pekerja pada dasarnya malas, dan hanya dapa dimotivasi dengan penghargaan berwujud uang. Dalam banyak situasi pendekatan ini cukup efektif. Sejalan dengan meningkatnya efisiensi, karyawan yang dibutuhkan untuk tugas tertentu dapat dikurangi. Lebih lanjut, manajer mengurang besarnya upah intensif. Pemutusan hubungan kerja menjadi biasa dan pekerja akan mencari keamanan/jaminan kerja daripada hanya kenaikan upah kecil dan sementara.
2.      Model Hubungan Manusiawi
Banyak praktek manajemen merasakan bahwa pendekatan tradisional tidak memadai. Elton Mayo dan para peneliti hubungan manusiawi lainnya menemukan bahwa kontak-kontak sosial karyawan pada pekerjaannya adalah juga penting dan bahwa kebosanan dan tugas-tugas yang bersifat pengulangan adalah factor-faktor pengurang motivasi. Mayo dan lain-lainnya juga percaya bahwa manajer dapat memotivasi bawahan melalui pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sosial mereka dan membuat mereka merasa berguna dan penting.
Sebagai hasilnya, para karyawan diberi berbagai kebebasan untuk membuat keputusan sendiri dalam pekerjaannya. Perhatian yang lebih besar diarahkan pada kelompok-kelompok kerja organisasi informal. Lebih banyak informasi disediakan untuk karyawan tentang perhatian manajer dan operasi organisasi.
3.      Model Sumber Daya Manusia
Kemudian para teoritis seperti McGregor dan Maslow, dan para peneliti seperti Argyris dan Likert, melontarkan kritik kepada model hubungan manusiawi, dan mengemukakan pendekatan yang lebih “sophisticated” untuk memanfaatkan para karyawan. Model ini menyatakan bahwa para karyawan dimotivasi oleh banyak factor – tidak hanya uang atau keinginan untuk mencapai kepuasan, tetapi juga kebutuhan untuk berprestasi dan memperoleh pekerjaan yang berarti. Mereka beralasan bahwa kebanyakan orang telah dimotivasi untuk melakukan pekerjaan secara baik dan bahwa mereka tidak secara otomatis melihat pekerjaan sebagai sesuatu yang tidak dapat menyenangkan. Mereka mengemukakan bahwa para karyawan lebih menyukai pemenuhan kepuasan dari suatu prestasi kerja yang baik. Jadi, para karyawan dapat diberi tanggung jawab yang lebih besar untuk pembuatan keputusan-keputusan dan pelaksanaan tugas-tugas.
Para manajer dapat menggunakan model motivasi hubungan manusiawi dan sumber daya manusia secara bersama. Dengan bawahannya, manajer cenderung menerapkan model manusiawi: Mereka mencoba untuk mengurangi penolakan bawahan dengan perbaikan moral dan kepuasan. Bagi dirinya sendiri, manajer akan lebih menyukai model sumber daya manusia: mereka merasa kemampuannya tidak digunakan secara penuh oleh sebab itu mereka mencari tanggung jawab yang lebih besar dari atasan-atasan mereka.

C.    MOTIVASI DI LINGKUNGAN KERJA
            Walaupun kepuasan kerja dan semangat kerja merupakan hal yang penting, motivasi karyawan merupakan faktor yang bahkan lebih penting bagi keberhasilan perusahaan. Motivasi merupakan salah satu bagian dari fungsi manajerial pengarahan (directing). Secara umum, motivasi (motivation) didefinisikan sebagai serangkaian kekuatan yang meyebabkan orang berperilaku dalam cara tertentu. Seorang pekerja mungkin termotivasi untuk bekerja keras berproduksi sebanyak mungkin, yang lainnya mungkin termotivasi untuk berproduksi secukupnya saja. Para manajer, tentunya, harus memahami perbedaan-perbedaan perilaku itu dan alasan-alasannya.
            Selama bertahun-tahun, banyak bermunculan teori dan penelitian yang berusaha membahas masalah-masalah itu. Dalam bagian ini, kita akan menelusuri penelitian dan teori utama mengenai motivasi karyawan. Khususnya, kita akan berfokus pada tiga pendekatan hubungan antar manusia di lingkungan kerja yang mencerminkan kronologi pemikiran dasar dalam bidang itu: (1) teori klasik dan manajemen ilmiah, (2) teori perilaku, (3) teori motivasi kontemporer.

1.      TEORI KLASIK
            Menurut yang disebut sebagai teori motivasi klasik (classical theory of motivation), para pekerja termotivasi semata-mata oleh uang. Dalam buku yang menjadi rujukan banyak pakar lain The Principles of Scientific Management (1911) (dalam BISNIS-nya Ricky W. Griffin dan Ronald J. Ebert), seorang insinyur industry Frederick Taylor mengusulkan cara perusahaan dan para pekerja memanfaatkan cara pandang kehidupan di lingkungan kerja yang telah diterima oleh masyarakat luas. Apabila para pekerja termotivasi oleh uang, menurut Taylor, maka membayar mereka lebih banyak akan mendorong mereka berproduksi lebih banyak. Sementara itu, perusahaan yang menganalisis pekerjaan dan menemukan cara yang lebih baik untuk mengerjakannya dapat memproduksi barang-barang dengan lebih murah, memperoleh laba yang lebih banyak, dan karenanya perusahaan membayar dan memotivasi para pekerja lebih baik daripada para pesaingnya.
            Pendekatan Taylor dikenal sebagai manajemen ilmiah (scientific management). Ide-idenya menangkap khayalan banyak manajer diawal abad kedua puluh. Dengan segera, pabrik-pabrik di seluruh pelosok Amerika Serikat mempekerjakan ahli-ahli untuk melakukan penelitian waktu dan gerakan (time and motion studies); teknik-teknik rekayasa industry yang diaplikasikan pada tiap-tiap aspek atau bagian pekerjaan agar dapat menentukan cara melakukan pekerjaan tersebut secara lebih efisien. Penelitian-penelitian itu merupakan usaha-usaha ilmiah pertama yang berusaha merinci pekerjaan menjadi komponen-komponen yang mudah diulang serta mencari alat dan mesin yang efisien untuk melakukannya.

2.      TEORI PERILAKU (BEHAVIOUR THEORY): PENELITIAN HAWTHORNE
            Pada tahun 1925, sekelompok peneliti dari Harvard memulai penelitian di Hawthorne Works of Western Electric di luar kota Chicago. Dengan tujuan meningkatkan produktivitas, mereka ingin mengamati hubungan antara perubahan lingkungan fisik dan keluaran (output) para pekerja.
            Hasil eksperimen tersebut tidak terduga, bahkan membingungkan. Contohnya, meningkatnya penerangan dapat memperbaiki produktivitas. Akan tetapi, karena sejumlah alas an, menurunnya penerangan juga memperbaiki produktivitas. Labih jauh lagi, berlawanan dengan semua perkiraan, kenaikan upah gagal meningkatkan produktivitas. Perlahan-lahan, para peneliti tersebut memecahkan teka-teki tersebut. Penjelasannya terletak pada reaksi para pekerja terhadap perhatian yang mereka terima. Para peneliti menyimpulkan bahwa produktivitas akan meningkat sebagai tanggapan atas tindakan manajemen apapun yang dinilai oleh para pekerja sebagai perhatian khusus. Penemuan itu, yang sekarang dikenal luas sebagai dampak Hawthorne (Hawthorne effect), mempunyai pengaruh besar pada teori hubungan manusia, walaupun dalam banyak kasus itu hanya bertujuan meyakinkan para manajer bahwa mereka harus lebih banyak memeperhatikan para karyawannya.

3.      TEORI MOTIVASI KONTEMPORER
            Mengikuti penelitian Hawthorne, para manajer dan peneliti lebih berfokus pada pentingnya hubungan manusia dalam memotivasi kinerja karyawan. Menekankan pada factor-faktor yang dapat menyebabkan, memusnahkan, dan mempertahankan perilaku pekerja, hampir semua pembuat teori motivasi membahas cara manajemen menganggap dan memperlakukan para karyawannya. Teori motivasi utama mencakup model sumber daya manusia, hierarki kebutuhan, teori dua factor, teori pengharapan, dan teori kesetaraan.
a.      Model Sumber Daya Manusia: Teori X dan Y
            Dalam suatu penelitian yang penting, ilmuwan perilaku Douglas McGregor menyimpulkan bahwa para manajer mempunyai kepercayaan yang sangat berbeda mengenai cara terbaik menggunakan sumber daya manusia suatu perusahaan. Ia mengklasifikasikan keyakinan itu ke dalam serangkaian asumsi yang ia beri label ”Teori X” dan “Teori Y”. perbedaan dasar kedua teori itu dapat dilihat pada table dibawah ini:
Teori X
Teori Y
Orang malas.
Orang enerjik.
Orang tidak punya ambisi dan tidak suka tanggung jawab.
Orang berambisi dan mencari tanggung jawab.
Orang mementingkan diri sendiri.
Orang-orang dapat tidak mementingkan diri sendiri.
Orang menentang perubahan.
Orang ingin menyumbang ke pertumbuhan dan perubahan bisnis.
Orang musuh dihasut dan tidak pintar.
Orang pintar.
           
            Para manajer yang menganut Teori X cenderung percaya bahwa bisa ditebak orang-orang itu malas dan tidak mau bekerja sama dan oleh karenanya harus dihukum atau diberi imbalan (rewards) agar mereka menjadi produktif. Para manajer yang menganut Teori Y cenderung percaya bahwa orang-orang sesungguhnya energik, berorientasi ke perkembangan, memotivasi diri sendiri, dan tertarik untuk menjadi produktif.
            McGregor umumnya lebih menyukai keyakinan Teori Y. Karenanya ia menyatakan bahwa manajer yang menganut Teori Y kemungkinan besar mempunyai karyawan yang puas dan termotivasi. Tentunya, perbedaan Teori X dan Y terlalu sederhana dan hanya memberikan sedikit dasar konkrit untuk bertindak. Nilai teori itu terletak pada kemampuan teori tersebut mengungkap dan mengklasifikasikan perilaku para manajer berdasarkan sikap mereka terhadap para karyawan.
b.      Model Hierarki Kebutuhan Maslow
            Model Hierarki Kebutuhan (hierarchy of needs model) dari seorang psikolog Abraham yang mereka coba penuhi dari pekerjaan mereka. Ia mengklasifikasikan kebutuhan-kebutuhan itu menjadi lima tipe dasar dan menyarankan supaya kebutuhan itu disusun menurut hierarki prioritas seperti yang terlihat pada tabel dibawah ini.
Umum

Organisasi
Kepuasan diri sendiri
   Kebutuhan Aktualisasi      Diri
Pekerjaan yang menantang
Status
       Kebutuhan Harga Diri
Jabatan
Pertemanan
          Kebutuhan Sosial
Rekan di tempat kerja
Stabilitas
       Kebutuhan Keamanan
Rencana pensiun
Perlindungan
       Kebutuhan Psikologis
Gaji

 Menurut Maslow, kebutuhan merupakan hal yang bertingkat-tingkat karena kebutuhan tingkatan rendah harus sudah dipenuhi sebelum seseorang mencoba memuaskan kebutuhan yang tingkatannya lebih tinggi.
            Setelah serangkaian kebutuhan telah dipenuhi, kebutuhan itu berhenti memotivasi perilaku. Itulah arti dari kebutuhan yang bersifat hierarkis dari tingkatan yang rendah ke yang lebih tinggi itu mempengaruhi motivasi dan kebutuhan karyawan. Contohnya, jika Anda merasa aman dalam pekerjaan Anda, rencana pensiun yang baru mungkin tidak terlalu penting bagi Anda jika dibandingkan kesempatan mencari kawan-kawan baru dan memasuki jaringan informal diantara rekan kerja Anda.
            Akan tetapi, jika kebutuhan tingkatan rendah mendadak tidak terpenuhi, hampir semua orang segera berfokus kembali ke tingkatan rendah tersebut. Contohnya, misalkan saja Anda mencari cara untuk memenuhi kebutuhan harga diri Anda dengan bekerja sebagai manajer divisi di suatu perusahaan besar. Jika Anda mengetahui bahwa divisi Anda dan akibatnya pekerjaan Anda mungkin akan dihapuskan, Anda mungkin melikhat kepastian keamanan kerja di perusahaan baru itu memotivasi Anda sekuat promosi yang terjadi sebelumnya di perusahaan lama Anda.
            Teori Maslow memahami bahwa karena orang yang berbeda mempunyai kebutuhan yang berbeda, mereka termotivasi oleh hal-hal yang berbeda. Sayangnya, teori itu hanya memberikan sedikit panduan tindakan di lingkungan kerja. Selain itu, riset telah menemukan bahwa hierarki tersebut sangat bervariasi, tidak hanya diantara orang-orang yang berbeda, tetapi juga diantara kebudayaan yang berbeda.
c.       Teori Dua Faktor
            Setelah mengamati sekelompok akuntan dan insinyur, psikolog bernama Frederick Herzberg menyimpulkan bahwa kepuasan dan ketidak-puasan kerja bergantung pada dua factor: factor-faktor higienis, seperti kondisi tempat kerja, dan factor-faktor motivasi, seperti pengakuan atas pekerjaan yang telah diselesaikan dengan baik.
            Menurut Teori Dua Faktor (two-factors theory), factor-faktor higienis mempengaruhi motivasi dan kepuasan hanya jika factor itu tidak dapat atau gagal memenuhi harapan-harapan. Contohnya, para pekerja akan menjadi tidak puas bila mereka percaya bahwa mereka berada didalam kondisi tempat kerja yang menyedihkan. Akan tetapi, bila kondisi tempat kerjanya membaik, mereka tidak harus menjadi puas, mereka hanya merasa tidak puas. Sebaliknya, apabila para pekerja tidak menerima pengakuan atas pekerjaan yang sukses, mereka mengalami ketidak-puasan. Bila mereka diberi pengakuan, mereka kemungkinan besar menjadi lebih puas.
Left Arrow:  Kepuasan             Pada gambar yang ditunjukkan dibawah ini menggambarkan teori dua factor. Perhatikan bahwa factor-faktor motivasi terletak diantara dua kontinum yaitu puas (satisfaction) dan tidak puas (no satisfaction). Sebaliknya, factor-faktor higienis lebih mungkin menimbulkan perasaan yang terletak di kontinum tidak puas (dissatisfaction) dan tidak ada ketidak-kepuasan (no dissatisfaction). Factor motivasi berhubungan langsung dengan pekerjaan yang dilakukan oleh para karyawan, sedangkan factor higienis mengacu ke lingkungan tempat mereka melakukannya.
                                                                                    Tidak ada Kepuasan

                                                                                                

                                                         Faktor-faktor Motivasi
Ø  Pencapaian
Ø  Pengakuan
Ø  Pekerjaan itu sendiri
Ø  Tanggung jawab
Ø  Kemajuan dan
                     pertumbuhan
                                                        
                                                        
                        Ketidakpuasan                                Tidak ada Ketidakpuasan

                                                            Faktor-faktor Higienis
Ø Penyelia
Ø Kondisi bekerja
Ø Hubungan antar pribadi
Ø Bayaran dan keamanan
Ø Kebijakan dan administrasi perusahaan

            Oleh karenanya, teori itu menyatakan bahwa para manajer harus mengikuti pendekatan dua langkah dalam meningkatkan motivasi. Pertama, mereka harus memastikan bahwa factor higieniskondisi tempat kerja, kebijakan yang dinyatakandengan jelasdapat diterima dengan baik. Praktek itu akan mengakibatkan tidak adanya rasa ketidak-puasan. Kemudian mereka harus menawarkan factor motivasipengakuan, tanggung jawab tambahansebagai cara untuk meningkatkan kepuasan dan motivasi.
            Riset menyatakan bahwa walaupun teori dua factor berlaku di beberapa bidang profesi, teori itu tidak se-efektif di bidang klerikal dan manufaktur. (Riset Herzberg hanya terbatas pada profesi akuntan dan insinyur). Disamping itu, factor higienis seseorang mungkin merupakan factor motivasi bagi orang lain. Contohnya, jika uang hanya mencerminkan jumlah pembayaran atas total waktu yang digunakan untuk bekerja, maka uang dapat merupakan factor higienis begi seseorang. Akan tetapi, bagi orang lain, uang mungkin merupakan factor motivasi karena ia mencerminkan pengakuan dan pencapaian.

d.      Teori Pengharapan
            Teori Pengharapan (expectancy theory) menyatakan bahwa orang-orang termotivasi bekerja karena ingin mendapatkan imbalan yang mereka inginkan dan bahwa mereka percaya mereka mempunyai peluangatau harapanyang masuk akal untuk meraihnya. Contohnya, imbalan yang sepertinya berada diluar jangkauan mungkin tidak diinginkan bahkan jika imbalan itu pada hakikatnya positif. Pada gambar yang akan ditampilkan dibawah mengilustrasikan teori pengharapan yang berkaitan dengan persoalan yang kemungkinan akan dipertimbangkan oleh seorang karyawan tertentu. Pertimbangkan seorang kasus asisten manajer departemen yang mengetahui manajer divisi telah pensiun dan perusahaan sedang mencari penggantinya. Walaupun wanita itu menginginkan pekerjaan tersebut, ia tidak melamar karena ia ragu dirinya akan dapat terpilih. Dalam kasus itu, ia mengangkat persoalan kinerja-imbalan (performance-reward issue): untuk beberapa alasan, ia yakin bahwa kinerjanya tidak akan menyebabkan ia mendapatkan posisi tersebut. Catat bahwa ia juga mungkin berpikir bahwa kinerjanya pantas mendapatkan pekerjaan baru tersebut tetapi semata-mata kinerja tidak akan mencukupi; barangkali ia sadar imbalannya pantas diberikan kepada seseorang yang mempunyai tingkatan senioritas yang lebih tinggi.
















                           Persoalan                  Persoalan                  Persoalan
                        Upaya-kinerja          kinerja-imbalan    imbalan-sasaran pribadi

            Asumsikan bahwa karyawan tersebut juga mengetahui bahwa perusahaan juga mencari seorang manajer produksi untuk giliran kerja (shift) berikutnya. Ia berpikir bahwa ia dapat mendapatkan pekerjaan itu tetapi tidak mengajukan lamaran karena ia tidak mau berganti giliran kerja. Dalam contoh itu, ia mengangkat persoalan imbalan-sasaran pribadi (rewards-personal goals). Akhirnya, ia mengetahui bahwa ada lowongan satu tingkatan lebih tinggimanajer departemendalam divisinya sendiri. Ia mungkin melamar pekerjaan itu karena ia menginginkannya dan berpikir bahwa ia mempunyai peluang besar untuk meraihnya. Dalam kasus itu, pertimbangannya megenai seluruh persoalan telah menghasilkan pengharapan bahwa ia dapat meraih sasaran tertentu.
            Teori pengharapan juga membantu menjelaskan dengan beberapa orang tidak bekerja sekeras mungkin ketika gaji mereka semata-mata didasarkan pada senioritas. Karena mereka memperoleh bayaran yang sama, tanpa melihat apakah mereka bekerja keras atau hanya sedang-sedang saja, tidak ada insentif keuangan bagi mereka untuk bekerja lebih keras. Dengan kata lain, mereka bertanya kepada diri mereka sendiri: “Apabila saya bekerja lebih keras, apakah saya akan diberi kenaikan upah?” dan menyimpulkan bahwa jawabannya tidak. Serupa halnya, apabila kerja keras akan megakibatkan satu atau lebih hasil yang tidak diinginkan, transfer ke lokasi lain atau kenaikan jabatan ke pekerjaan yang memerlukan banyak bapergian—para karyawan tidak termotivasi untuk bekerja lebih keras.  
e.       Teori Kesetaraan
            Teori Kesetaraan (equity theory) berfokus pada perbandingan sosialorang-orang mengevaluasi perlakuan organisasi terhadap mereka dibandingkan dengan perlakuan organisasi terhadap orang-orang lain. Pendekatan itu beranggapan bahwa orang-orang memulai dengan menganalisis masukan atau input (apa yang mereka sumbangkan ke pekerjaan mereka berupa waktu, usaha, pendidikan, pengalaman, dan sebagainya) dibandingkan dengan keluaran atau output (apa yang mereka dapatkan: gaji, fasilitas, pengakuan, keamanan). Hasilnya adalah nisbah sumbangan (contribution)terhadap perolehan (return). Kemudian mereka membandingkan nisbah mereka sendiri dengan nisbah karyawan-karyawan lainnya.
            Ketika orang-orang merasa bahwa mereka tidak diperlakukan secara setara, mereka mungkin akan melakukan berbagai hal untuk mewujudkan kembali keadilan. Contohnya, mereka mungkin akan meminta kenaikan gaji, mengurangi usaha mereka, bekerja dengan waktu kerja yang lebih pendek, atau hanya mengeluh kepada bos mereka. Mereka mungkin mencari-cari alasan, mencari orang-orang lain yang bisa dijadikan perbandingan, atau meninggalkan pekerjaan mereka.
            Contoh yang hampir sempurna mengenai teori kesetaraan di pekerjaan dapat ditemukan dalam bidang olahraga professional. Contohnya, tiap tahun, pemain-pemain baru, kadang-kadang baru keluar dari bangku kuliah, seringkali menandatangani kontrak-kontra yang menguntungkan. Belum apa-apa, para pemain veteran sudah mulai mengomel soal kenaikan gaji atau kontrak yang perlu diperbaharui



















BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP
A.    Kesimpulan
            Motivasi bukan hanya dapat diberikan untuk menyemangati diri sendiri atau orang di sekitar kita, tetapi juga dapat diberikan kepada para karyawan untuk mengembangkan rasa semangat dalam berproduktivitas. Dengan adanya motivasi baik itu berupa uang sebagai gaji ataupun penghargaan berupa penganggapan terhadap apa yang terlah dicapai oleh seorang karyawan dalam pekerjaannya.
            Dengan adanya motivasi yang diberikan menajer kepada bawahannya, itu akan mendorong bawahan untuk menghasilkan yang terbaik dalam pekerjaannya. Sebaliknya, jika seorang manajer tidak member penghargaan apapun kepada bawahannya sedangkan bawahannya tersebut sudah melaksanakan tugasnya dengan baik, maka semangat kerja bawahannya tersebut sedikit demi sedikit akan menurun dan akan berakibat juga pada proses produktivitas.

B.     Penutup
            Demikian makalah ini kami susun dengan masih banyak kekurangan di berbagai aspek dan isi. Penulis ucapkan beribu maaf dan mohon masukannya dari para teman-teman pembaca. Dan tak lupa penulis ucapkan banyak terima kasih.










DAFTAR PUSTAKA
Suharso, Ana Ratnaningsih. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Semarang; Widya Karya.
A.M Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta; Rajawali Pers.
Handoko, T.Hani. 1984. Manajemen. Yogyakarta; BPFE.
Griffin, Ricky W,. Ronald J. Ebert. 2005. Bisnis. Jakarta; PT Indeks Gramedia.


[1] Dikutip dari perkataan Lilik Reza, seorang motivator.
[2] Dikutip dari perkataan Lilik Reza, seorang motivator.

1 komentar:

  1. Mohon Halalnya ,, maaf dicopy ya... Minta izinnya
    #Salam Evan Nurhakim Part ii

    BalasHapus